Paalmerah.com – Jambi – Polemik terkait kondisi fisik pembangunan Masjid Tsamaratul Insan atau Islamic Center Jambi terus menjadi sorotan publik. Banyak pihak mempertanyakan kualitas bangunan yang dinilai mengalami kerusakan, meskipun baru selesai dibangun.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Badan Pengurus Daerah (BPD) Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) Provinsi Jambi, Ritas Mairiyanto, angkat bicara. Ia menegaskan bahwa dalam setiap pekerjaan konstruksi terdapat aturan yang jelas, termasuk kewajiban kontraktor selama masa pemeliharaan.
“Kalau ada kerusakan, itu masih menjadi tanggung jawab kontraktor selama masa pemeliharaan. Jadi bukan berarti bangunan itu gagal,” ujar Ritas dalam keterangannya kepada media, Jumat (28/6/2025).
Ritas mengakui pernah melihat langsung beberapa titik kerusakan yang viral di media sosial. Namun menurutnya, kondisi seperti itu bukanlah hal luar biasa dalam dunia konstruksi. “Setiap proyek skala besar pasti memiliki tahap pemeliharaan. Jika ditemukan kerusakan, itu diperbaiki oleh kontraktor sebagai bagian dari kewajiban mereka,” jelasnya.
Ia juga mengkritisi kecenderungan opini publik yang langsung menyeret persoalan ini ke ranah hukum tanpa memahami proses teknis dan administratif dalam proyek konstruksi.
“Kalau semua langsung dibawa ke ranah hukum tanpa memahami mekanisme kerja konstruksi, siapa yang masih mau jadi kontraktor? Semua proyek itu ada pengawasannya. Ada konsultan pengawas, ada tim ahli, dan juga diaudit oleh BPK,” tegasnya.
Ritas menjelaskan bahwa setiap proyek memiliki dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang menjadi dasar pelaksanaan. “Kalau di RAB memang menggunakan GRC dan itu dilaksanakan sesuai perencanaan, maka tidak masalah. Tapi kalau di RAB pakai pasangan batu dan diganti GRC tanpa persetujuan, baru itu pelanggaran,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ritas menyampaikan bahwa dalam praktiknya, temuan dari BPK adalah hal lumrah dalam proyek pemerintah. “Banyak kontraktor yang mengembalikan nilai temuan ke kas negara. Itu bagian dari prosedur biasa. Yang penting tidak ada pekerjaan fiktif. Kalau ada kesalahan, perbaiki. Jangan langsung divonis seolah ini proyek gagal total,” katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa dalam DED (Detail Engineering Design), total rencana anggaran pembangunan Islamic Center mencapai Rp237 miliar, termasuk penataan kawasan. Namun realisasi anggaran berdasarkan RAB sebesar Rp149 miliar, dengan sekitar Rp97 miliar digunakan untuk bangunan utama masjid. Sisa anggaran lainnya digunakan untuk landscape, pelataran, dan fasilitas pendukung lainnya.
“Saya tahu waktu proyek itu dilelang, dana pemeliharaan juga sudah diperhitungkan. Kontraktor harus menjalankan masa pemeliharaan selama satu tahun dengan jaminan 5 persen dari nilai kontrak ditahan. Terkait temuan, hampir semua proyek pasti ada temuan BPK. Konsekuensinya ya dikembalikan ke kas negara,” paparnya.
Di sisi lain, Ritas memberikan apresiasi terhadap komitmen para pemimpin Jambi dalam membangun infrastruktur yang monumental. Ia menyebut beberapa proyek besar yang telah menjadi ikon daerah, seperti:
Jembatan Batanghari II yang dibangun era Gubernur Zulkifli Nurdin dan menjadi urat nadi menuju Tanjab Timur.
Jembatan Gentala Arasy warisan dari Gubernur Hasan Basri Agus (HBA), yang kini menjadi salah satu destinasi wisata favorit.
Tugu Keris Siginjai, dibangun oleh mantan Wali Kota Syarif Fasha yang kini menjadi pusat kuliner dan kegiatan masyarakat di Kota Jambi.
“Saat ini, Gubernur Al Haris tengah membangun Islamic Center dan stadion olahraga yang manfaatnya sangat besar untuk masyarakat Jambi ke depan. Ini bukti nyata kesinambungan pembangunan,” ujar Ritas.
Sebagai Ketua Umum asosiasi jasa konstruksi, Ritas menyatakan bahwa dirinya berkewajiban memberikan klarifikasi berdasarkan fakta dan regulasi yang berlaku.
“Diminta atau tidak, sudah menjadi tanggung jawab kami untuk menyampaikan informasi yang benar. Kalau benar, kita katakan benar. Kalau salah, kita katakan salah,” pungkasnya (jhd)
Discussion about this post