Paalmerah.com — Penegakan hukum yang adil menjadi pilar penting dalam menjaga ketertiban dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap negara hukum. Namun belakangan ini, beberapa kasus pelanggaran kode etik oleh hakim kembali mengundang perhatian publik. Misalnya, dugaan penerimaan gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang oleh hakim di beberapa pengadilan seperti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kasus ini menegaskan pentingnya penguatan penerapan kode etik dalam sistem hukum guna mempertahankan integritas dan kehormatan lembaga peradilan.
Secara hukum, kode etik hakim telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2016 yang mengatur Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Regulasi ini jelas mewajibkan hakim untuk bertindak independen, objektif, dan menjaga profesionalisme guna mewujudkan keadilan.
Fungsi pengawasan terhadap hakim dijalankan oleh Komisi Yudisial sesuai Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011. Lembaga ini berperan mengawasi perilaku hakim dan memberikan rekomendasi sanksi hingga pemberhentian apabila terbukti melakukan pelanggaran. Meski demikian, dalam praktik masih terdapat tantangan seperti proses pemeriksaan yang lambat dan kurangnya transparansi yang menghambat efektivitas pengawasan.
Terkait kasus gratifikasi, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur hukuman berat bagi pejabat yang menerima pemberian tidak sah berhubungan dengan jabatannya. Pelanggaran ini juga merupakan pelanggaran etika profesi yang harus ditindaklanjuti dengan serius agar hukum berjalan bersih.
Kode Etik Hakim sebagaimana tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung nomor 7 tahun 2016 mengharuskan hakim untuk menjaga integritas dan menolak segala bentuk tekanan atau suap. Pelanggaran terhadap ketentuan ini bukan hanya merusak reputasi individu, tetapi juga menodai sistem peradilan yang harus menjaga kepercayaan publik.
Pengawasan oleh Komisi Yudisial harus lebih efektif dan responsif dengan mempercepat proses pengusutan dan meningkatkan transparansi dalam penanganan pelanggaran kode etik. Hal ini diperlukan agar masyarakat yakin bahwa setiap pelanggaran ditindak tegas tanpa pengecualian.
Selain itu, aspek pendidikan dan pembinaan etik bagi para hakim perlu ditingkatkan secara berkelanjutan agar nilai integritas dan profesionalisme tertanam kuat, sehingga hakim dapat melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab.
Membangun budaya kerja yang bebas dari korupsi dan kolusi di lingkungan peradilan merupakan langkah krusial. Kode etik seharusnya menjadi pedoman hidup seluruh aparatur hukum, bukan sekadar aturan formal.
Dampak pelanggaran kode etik sangat dirasakan masyarakat, terutama kelompok rentan yang mengandalkan keadilan dan perlindungan hukum. Ketidakadilan yang timbul akibat pelanggaran ini memperburuk ketidakpastian dan kerentanan mereka.
Penguatan kode etik juga akan berdampak positif pada iklim sosial dan ekonomi nasional karena kepastian hukum yang transparan dapat mendorong kepercayaan publik dan investor, mendukung pembangunan berkelanjutan.
Transparansi dalam mekanisme pengawasan menjadi hal penting agar publik dapat mengakses informasi mengenai penanganan pelanggaran. Keterbukaan ini memperkuat akuntabilitas serta memperbaiki citra lembaga hukum.
Kerjasama antar lembaga pengawas hukum seperti Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung perlu diperkuat agar penegakan aturan etik berjalan efisien dan efektif tanpa hambatan birokrasi.
Peran masyarakat dan media juga sangat penting dalam mengawasi dan mengawal proses penegakan kode etik. Dukungan publik menjadi katalis agar kasus pelanggaran tidak disembunyikan dan mendapat perhatian serius.
Kasus pelanggaran kode etik saat ini seyogianya menjadi momentum evaluasi dan reformasi sistem pengawasan hukum agar lebih transparan, cepat, dan kredibel.
Dengan penegakan kode etik yang konsisten, integritas lembaga peradilan dapat dijaga sehingga kepercayaan publik terhadap sistem hukum yang bersih dan berwibawa dapat kembali pulih.
Secara keseluruhan, penguatan kode etik bidang hukum adalah kewajiban bersama agar lembaga peradilan dapat menjalankan fungsi keadilannya secara adil dan bertanggung jawab demi mewujudkan sistem hukum yang demokratis dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.(*)
Penulis Ferdy Rahmatul Jannah selaku
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi
Discussion about this post